Kamis, 21 Agustus 2014

Road Trip dari Banyuwangi ke Banyuwangi lagi



Kemarin pada minggu malam sekitar jam 10 gwe punya rencana mendadak dengan kawan ku Wahid. Berawal dari ingin menghadiri acara grand juri Jember Fashion Carnaval di Dynand Fariz Center tapi berubah menjadi sekedar berkeliling Jember dan Bondowoso.
Awalnya sih pengen hadir ke acara penjurian kostum JFC bersama Wahid di Jember yang kebetulan kakak gwe ikut jadi modelnya. Berangkat dari Banyuwangi sekitar jam 10 malam senin. Dari Banyuwangi Kota sampai Kota Genteng udaranya ga terlalu dingin baru nyampek sebelum Kalibaru keatas mulai terasa sejuk yang menusuk. Sempat berhenti di sebuah SPBU mengisi bahan bakar dan di sebelum masuk hutan Alas Gumitir beli tissue untuk mengelap kaca helm yang mengembun. Tidak lama kami sampai di Gunung Gumitir yang katanya angker itu. Kami melewati jalan yang berkelok-kelok dan sampai di perbatasan Banyuwangi yang ditandai sebuah monument penari gadrung yang tangan dan kepalanya menghadap keatas seakan posisi menyangga langit gumitir.
Sempat terasa takut dan ngeri melewati jalur gumitir yang begitu curam dan sempit, karena baru kali pertama aku lewat jalur itu dengan menyetir motor sendiri ditemani Wahid. Tiba di puncak jalan yang gelap tanpa lampu jalan bertambah gelap karena ada kabut yang turun. Kendaran pun memperlambat lajunya.
Sekitar 20 menit barulah kami sampai di gerbang Kabupaten Jember yang melintang di atas jalur. Gerbang kota yang sederhana yang tidak semegah gerbang Kota Banyuwangi yang penuh lampu dan diberi sebuah patung penyambutan yang dikelilingi taman yang asri.
Gwe yang agak kedinginan ngebut diatas kecepatan 90 km/jam menuju pusat kota Jember dan sempat berhenti di depan rumah warga untuk membersihkan mataku yang kelilipan. Melihat Wahid yang merokok dengan enaknya yang tidak menghiraukan sekilingnya yang sepi dan gelap. Rokoknya Wahid habis, kami pun melanjutkan perjalanan ke kota.
Setibanya di kota, kami bingung mau kemana, secara baru pertama kali bawa motor ke Jember yang biasanya ke Jember naik kereta atau bus. Kami pun ikuti penunjuk jalan menuju aloon-aloon kota. Ternyata masih ramai dan banyak anak-anak muda yang nongkrong sambil makan di kios makanan yang hanya tinggal dua yang masih buka. Tidak seramai aloon-aloon Blambangan di Banyuwangi Kota. Kami putuskan untuk nyari yang hangat-hangat diantara tongkrongan anak muda jember itu. Gwe pesan jahe hangat sedangkan Wahid susu jahe dan kentang goreng. Lumayan untuk menghangatkan badan yang sedikit beku dan sekedar mengganjal perut.
Agak lama dan malam yang sangat larut kami mulai beranjak menuju tempat tinggal saudaranya Wahid yang entah apa nama desanya. Sempat sebel sama Wahid yang lupa sama arah menuju rumah saudaranya, kami pun sampai tiga kali mengelilingi aloon-aloon kota. Desa lereng gunung yang sangat pelosok di tengah malam yang sepi di tengah dusun yang terletak diatas bukit yang dikelilingi kebun kami numpang tidur di rumah saudaranya Wahid yang ternyata neneknya. Gwe pun tidur walau dingin dan banyak nyamuk yang bergerumun, kututupi wajahku dengan saputangan supaya tidak digigit nyamuk.
Bilangnya sih sebelum tidur mau berangkat pagi sebelum subuh, eh ladalah matahari sudah terbit baru bangun. Cuci muka lalu manasin motor dan sarapan nasi dengan lauk jangan terong dan sambel gerang, hmm… enak lah pokoknya walau sederhana untuk situasi backpacker dadakan kaya gini. Kemudian gwe dan Wahid kembali ke kota dan menuju Dynand Fariz Center, walau ga tau dimana lokasinya kita tetap berangkat meskipun belum mandi.
Di tengah perjalanan sebelum masuk pusat kota kami berhenti sejenak untuk numpang mandi di SPBU. Setelah itu kita lanjutkan mecari dimana Dynand Fariz itu berada, kami pun tanya kebeberapa orang dan akhirnya ketemu. Sampai di lokasi grand juri JFC ternyata belum ada satupun orang, hanya petugas kebersihan yang sedang mempersiapkan gedung serta beberapa kostum yang teronggok di depan gedung Dynand Fariz Center.
Wahid yang pulsanya hampir habis gwe suruh menghubungi Mas Eddy dan ternyata masih dalam perjalanan dari Bondowoso menuju kesini dan ternyata penilaianya masih nanti siang. Alamat deh yang nanti siang gwe ada class meeting di DISPERINDAGTAM jam set. 2. Kami pun memutuskan untuk tidak menghadiri acara itu dan kembali ke banyuwangi secepatnya.
Berangkat dari Jember jam 8 pagi kami tidak lewat gumitir lagi, tapi lewat Bondowoso lalu Ijen. Gantian Wahid yang nyetir kami ikuti petunjuk jalan yang mengarah ke Bondowoso. Sempat dibikin pusing sama jalan kota Jember yang njelimet dan minim keterangan. Diawali melalui jalan UNEJ ke utara dan mengikuti petunjuk sampai di sebuah daerah, Wahid pun terus jalan dan tiba-tiba kami sampai di jalan sebelumnya yang sudah kami lewati yaitu jalan menuju kampus UNEJ. Apa hati ini ga marah-marah coba? Kami sekian jauh berkendara dan ternyata hanya muter di dalam kota.

Akhirnya kami tanya orang lagi dan kami lewat di jalan yang sama tapi menuju jurusan yang berbeda. Sampailah kita di tol dalam kota yang mengarah ke Bondowoso. Ngebut lagi deh menuju Kabupaten Bondowoso. Jalurnya yang lurus dan lumayan bagus enak untuk dilalui. Setelah berkedara yang lumayan melelahkan kami sampai di gerbang kota Bodowoso dan ternyata kalau mau menuju Ijen masih jauh dan harus melalui pusat kota dulu. Kini gwe lagi yang nyetir sambil mengikuti petunjuk jalan yang lumayan jelas dan tidak membingungkan seperti di Jember tadi. Tidak sengebut tadi kami on the way pulang ke Banyuwangi dengan perut yang mulai miskol-miskol. Akhirnya sampai di pom bensin terakhir untuk berhenti sejenak ke toilet dan ngisi BBM sampai full.
Lanjut lagi menuju Ijen memlalui jalan yang mulanya mulus berangsur berubah menjadi jalan yang penuh lubang dan berpasir. Tidak seperti jalur ke Ijen dari sisi Banyuwangi yang lumayan mulus. Motor metik gwe sampai kocak dan boros sekali, maklum lah, dari Jember sampai Bondowoso ga berhenti. Mungkin karena kepanasan motor gwe ngadat di tengah hutan belantara pegunungan Ijen di sisi Bondowoso, bbm yang mulai menipis walau baru diisi di pom terakhir dan di eceran tadi. Untung masih ada persediaan satu botol bensin di bagasi yang sengaja berbekal. 
Di tengah pemberhentian kami sempatkan bercanda di tengah jalan melepas lelah, tidak terasa waktu cepat berlalu. Kami pun melanjutkan perjalanan supaya nanti tidak telat menghadiri class meeting di Banyuwangi. Sekian jauh perjalanan menuju Ijen yang tidak sampai-sampai namun walau begitu pemandangan di sekeliling jalan keren-keren banget. Mulai pohon karet yang berbaris di kanan-kiri jalan, tebing, hutan, sampai batuan lava yang mengeras kami lewati. Sampailah kita di ijen café yaitu semacam rest area kecil diatas bukit. Kami sempatkan ketoilet dan memandang sekeliling yang view nya keren banget. Puncak-puncak bukit yang yang mungkin itu adalah puncak-puncak gunung, tebing yang curam dan jurang-jurang yang landai serta langit yang cerah membuat kami enggan meninggalkan tempat itu. Sumpah keren banget tapi sayang kami ga bawa kamera untuk mengabadikan sekitar itu.
Sudah hampir jam sebelas kami lanjutkan perjalanan. Tidak gwe sangka masih aja ada kampung dan perkebunan di atas gunung dan mungkin itu adalah kampung terakhir yang gwe lewati. Kasihan sama motor gwe yang tidak kuat naik tapi gwe paksa. Semakin dekat dengan paltuding kita disambut dengan gerbang yang menandakan kita sudah hampir sampai dengan jalur pendakian Ijen. Kami juga sempat melewati sungai yang airnya berwarna agak kekuningan yang mungkin itu air blerang.
Haduhh… sekian jauh akhirnya sampai di paltuding Ijen tapi kami tidak berhenti karena kami harus cepat sampai di Banyuwangi. Keluar dari jalur erek-erek kami disambut dengan kabut yang sangat tebal sehingga jarak pandang hanya mencapai 3 hingga 5 meter saja. Sangat berbahaya sekali untuk kami lanjut karena kabut yang membuat jalan menjadi licin dan udara yang sangat dingin.
Tapi, itu tidak mebuat kami takut untuk meluncur kebawah, walau dingin dan tangan mulai membeku dan gwe mulai kasihan sama Wahid yang hanya pakai celana pendek. Menahan dingin yang
menusuk dan jarak pandang yang terbatas gwe tetap meluncur dengan motor yang tetap menyala. Tidak lupa lampu utama dan lampu sen harus tetap hidup dan disetiap tikungan bel harus dibunyikan. Takutnya barangkali ada kendaraan dari arah berlawanan yang melintas dan kami tidak menyadari itu bisa sangat fatal, apalagi lokasi yang jauh dari rumah sakit. Aduh.. amit-amit deh…
Semakin turun, kabut semakin tipis tapi gerimis semakin deras. Kami meluncur dengan cepat dan sampailah kami di Desa Jambu lalu berhenti sejenak untuk mengisi bbm bekal kami tadi yang masih tersisa satu botol. Udaranya pun kembali hangat, dan kami tidak semengigil seperti di gunung tadi. Habis turun gunung dengan meluncur dengan cepat kami tiba di Pancoran tempat tinggal Ibu gwe, gwe sempatkan makan cemilan, minum dan cuci muka sejenak, abis itu ganti baju lalu lanjut ke DISPERINDAG dengan keadaan yang sangat capek.
Tiba di Disperindag ternyata class meetingnya sudah dimulai sejak tadi, gwe pun duduk di bagian belakang, namun belum pemilihan model. Setelah menunggu agak lama para designer dipanggil satu per satu guna memilih anggka di toples. Anggka itu merupakan nomor dari model yang nantinya akan memperagakan busana di event BBF. Dan akhirnya gwe memilih dan dapat model dari adik kelas gwe sendiri Rizky, ditambah siswi dari Songgon yang bernama Lely.
Sungguh hari yang sangat melelahkan hari itu. Perjalanan tanpa henti dari Banyuwangi ke Jember ke Bondowoso lalu ke Banyuwangi lagi. Petualangan sehari yang seru banget dan pengen gwe ulangi lagi dengan planning yang labih matang tentunya. Dan jangan lupa camera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar