Kemarin pada minggu malam sekitar jam 10 gwe punya rencana
mendadak dengan kawan ku Wahid. Berawal dari ingin menghadiri acara grand juri
Jember Fashion Carnaval di Dynand Fariz Center tapi berubah menjadi sekedar
berkeliling Jember dan Bondowoso.
Awalnya sih pengen hadir ke acara penjurian kostum JFC
bersama Wahid di Jember yang kebetulan kakak gwe ikut jadi modelnya. Berangkat dari
Banyuwangi sekitar jam 10 malam senin. Dari Banyuwangi Kota sampai Kota Genteng
udaranya ga terlalu dingin baru nyampek sebelum Kalibaru keatas mulai terasa
sejuk yang menusuk. Sempat berhenti di sebuah SPBU mengisi bahan bakar dan di
sebelum masuk hutan Alas Gumitir beli tissue untuk mengelap kaca helm yang
mengembun. Tidak lama kami sampai di Gunung Gumitir yang katanya angker itu.
Kami melewati jalan yang berkelok-kelok dan sampai di perbatasan Banyuwangi
yang ditandai sebuah monument penari gadrung yang tangan dan kepalanya
menghadap keatas seakan posisi menyangga langit gumitir.
Sempat terasa takut dan ngeri melewati jalur gumitir yang
begitu curam dan sempit, karena baru kali pertama aku lewat jalur itu dengan
menyetir motor sendiri ditemani Wahid. Tiba di puncak jalan yang gelap tanpa
lampu jalan bertambah gelap karena ada kabut yang turun. Kendaran pun
memperlambat lajunya.
Sekitar 20 menit barulah kami sampai di gerbang Kabupaten
Jember yang melintang di atas jalur. Gerbang kota yang sederhana yang tidak
semegah gerbang Kota Banyuwangi yang penuh lampu dan diberi sebuah patung
penyambutan yang dikelilingi taman yang asri.
Gwe yang agak kedinginan ngebut diatas kecepatan 90 km/jam
menuju pusat kota Jember dan sempat berhenti di depan rumah warga untuk
membersihkan mataku yang kelilipan. Melihat Wahid yang merokok dengan enaknya
yang tidak menghiraukan sekilingnya yang sepi dan gelap. Rokoknya Wahid habis,
kami pun melanjutkan perjalanan ke kota.
Setibanya di kota, kami bingung mau kemana, secara baru
pertama kali bawa motor ke Jember yang biasanya ke Jember naik kereta atau bus.
Kami pun ikuti penunjuk jalan menuju aloon-aloon kota. Ternyata masih ramai dan
banyak anak-anak muda yang nongkrong sambil makan di kios makanan yang hanya
tinggal dua yang masih buka. Tidak seramai aloon-aloon Blambangan di Banyuwangi
Kota. Kami putuskan untuk nyari yang hangat-hangat diantara tongkrongan anak
muda jember itu. Gwe pesan jahe hangat sedangkan Wahid susu jahe dan kentang goreng.
Lumayan untuk menghangatkan badan yang sedikit beku dan sekedar mengganjal
perut.
Agak lama dan malam yang sangat larut kami mulai beranjak
menuju tempat tinggal saudaranya Wahid yang entah apa nama desanya. Sempat sebel
sama Wahid yang lupa sama arah menuju rumah saudaranya, kami pun sampai tiga
kali mengelilingi aloon-aloon kota. Desa lereng gunung yang sangat pelosok di tengah
malam yang sepi di tengah dusun yang terletak diatas bukit yang dikelilingi
kebun kami numpang tidur di rumah saudaranya Wahid yang ternyata neneknya. Gwe pun
tidur walau dingin dan banyak nyamuk yang bergerumun, kututupi wajahku dengan
saputangan supaya tidak digigit nyamuk.
Bilangnya sih sebelum tidur mau berangkat pagi sebelum subuh,
eh ladalah matahari sudah terbit baru bangun. Cuci muka lalu manasin motor dan
sarapan nasi dengan lauk jangan terong dan sambel gerang, hmm… enak lah
pokoknya walau sederhana untuk situasi backpacker dadakan kaya gini. Kemudian gwe
dan Wahid kembali ke kota dan menuju Dynand Fariz Center, walau ga tau dimana
lokasinya kita tetap berangkat meskipun belum mandi.
Di tengah perjalanan sebelum masuk pusat kota kami berhenti
sejenak untuk numpang mandi di SPBU. Setelah itu kita lanjutkan mecari dimana
Dynand Fariz itu berada, kami pun tanya kebeberapa orang dan akhirnya ketemu. Sampai
di lokasi grand juri JFC ternyata belum ada satupun orang, hanya petugas
kebersihan yang sedang mempersiapkan gedung serta beberapa kostum yang teronggok
di depan gedung Dynand Fariz Center.
Wahid yang pulsanya hampir habis gwe suruh menghubungi Mas
Eddy dan ternyata masih dalam perjalanan dari Bondowoso menuju kesini dan
ternyata penilaianya masih nanti siang. Alamat deh yang nanti siang gwe ada class
meeting di DISPERINDAGTAM jam set. 2. Kami pun memutuskan untuk tidak
menghadiri acara itu dan kembali ke banyuwangi secepatnya.
Berangkat dari Jember jam 8 pagi kami tidak lewat gumitir
lagi, tapi lewat Bondowoso lalu Ijen. Gantian Wahid yang nyetir kami ikuti
petunjuk jalan yang mengarah ke Bondowoso. Sempat dibikin pusing sama jalan
kota Jember yang njelimet dan minim keterangan. Diawali melalui jalan UNEJ ke
utara dan mengikuti petunjuk sampai di sebuah daerah, Wahid pun terus jalan dan
tiba-tiba kami sampai di jalan sebelumnya yang sudah kami lewati yaitu jalan
menuju kampus UNEJ. Apa hati ini ga marah-marah coba? Kami sekian jauh
berkendara dan ternyata hanya muter di dalam kota.
Akhirnya kami tanya orang lagi dan kami lewat di jalan yang
sama tapi menuju jurusan yang berbeda. Sampailah kita di tol dalam kota yang
mengarah ke Bondowoso. Ngebut lagi deh menuju Kabupaten Bondowoso. Jalurnya yang
lurus dan lumayan bagus enak untuk dilalui. Setelah berkedara yang lumayan
melelahkan kami sampai di gerbang kota Bodowoso dan ternyata kalau mau menuju
Ijen masih jauh dan harus melalui pusat kota dulu. Kini gwe lagi yang nyetir sambil
mengikuti petunjuk jalan yang lumayan jelas dan tidak membingungkan seperti di
Jember tadi. Tidak sengebut tadi kami on the way pulang ke Banyuwangi dengan
perut yang mulai miskol-miskol. Akhirnya sampai di pom bensin terakhir untuk
berhenti sejenak ke toilet dan ngisi BBM sampai full.
Lanjut lagi menuju Ijen memlalui jalan yang mulanya mulus
berangsur berubah menjadi jalan yang penuh lubang dan berpasir. Tidak seperti
jalur ke Ijen dari sisi Banyuwangi yang lumayan mulus. Motor metik gwe sampai
kocak dan boros sekali, maklum lah, dari Jember sampai Bondowoso ga berhenti. Mungkin
karena kepanasan motor gwe ngadat di tengah hutan belantara pegunungan Ijen di
sisi Bondowoso, bbm yang mulai menipis walau baru diisi di pom terakhir dan di
eceran tadi. Untung masih ada persediaan satu botol bensin di bagasi yang
sengaja berbekal.
Di tengah pemberhentian kami sempatkan bercanda di tengah
jalan melepas lelah, tidak terasa waktu cepat berlalu. Kami pun melanjutkan
perjalanan supaya nanti tidak telat menghadiri class meeting di Banyuwangi. Sekian
jauh perjalanan menuju Ijen yang tidak sampai-sampai namun walau begitu
pemandangan di sekeliling jalan keren-keren banget. Mulai pohon karet yang
berbaris di kanan-kiri jalan, tebing, hutan, sampai batuan lava yang mengeras
kami lewati. Sampailah kita di ijen café yaitu semacam rest area kecil diatas bukit.
Kami sempatkan ketoilet dan memandang sekeliling yang view nya keren banget. Puncak-puncak
bukit yang yang mungkin itu adalah puncak-puncak gunung, tebing yang curam dan
jurang-jurang yang landai serta langit yang cerah membuat kami enggan
meninggalkan tempat itu. Sumpah keren banget tapi sayang kami ga bawa kamera
untuk mengabadikan sekitar itu.
Sudah hampir jam sebelas kami lanjutkan perjalanan. Tidak gwe
sangka masih aja ada kampung dan perkebunan di atas gunung dan mungkin itu
adalah kampung terakhir yang gwe lewati. Kasihan sama motor gwe yang tidak kuat
naik tapi gwe paksa. Semakin dekat dengan paltuding kita disambut dengan
gerbang yang menandakan kita sudah hampir sampai dengan jalur pendakian Ijen. Kami
juga sempat melewati sungai yang airnya berwarna agak kekuningan yang mungkin
itu air blerang.
Haduhh… sekian jauh akhirnya sampai di paltuding Ijen tapi
kami tidak berhenti karena kami harus cepat sampai di Banyuwangi. Keluar dari
jalur erek-erek kami disambut dengan kabut yang sangat tebal sehingga jarak
pandang hanya mencapai 3 hingga 5 meter saja. Sangat berbahaya sekali untuk
kami lanjut karena kabut yang membuat jalan menjadi licin dan udara yang sangat
dingin.
Tapi, itu tidak mebuat kami takut untuk meluncur kebawah, walau
dingin dan tangan mulai membeku dan gwe mulai kasihan sama Wahid yang hanya
pakai celana pendek. Menahan dingin yang
menusuk dan jarak pandang yang
terbatas gwe tetap meluncur dengan motor yang tetap menyala. Tidak lupa lampu
utama dan lampu sen harus tetap hidup dan disetiap tikungan bel harus
dibunyikan. Takutnya barangkali ada kendaraan dari arah berlawanan yang
melintas dan kami tidak menyadari itu bisa sangat fatal, apalagi lokasi yang
jauh dari rumah sakit. Aduh.. amit-amit deh…
Semakin turun, kabut semakin tipis tapi gerimis semakin deras.
Kami meluncur dengan cepat dan sampailah kami di Desa Jambu lalu berhenti
sejenak untuk mengisi bbm bekal kami tadi yang masih tersisa satu botol. Udaranya
pun kembali hangat, dan kami tidak semengigil seperti di gunung tadi. Habis turun
gunung dengan meluncur dengan cepat kami tiba di Pancoran tempat tinggal Ibu
gwe, gwe sempatkan makan cemilan, minum dan cuci muka sejenak, abis itu ganti
baju lalu lanjut ke DISPERINDAG dengan keadaan yang sangat capek.
Tiba di Disperindag ternyata class meetingnya sudah dimulai
sejak tadi, gwe pun duduk di bagian belakang, namun belum pemilihan model. Setelah
menunggu agak lama para designer dipanggil satu per satu guna memilih anggka di
toples. Anggka itu merupakan nomor dari model yang nantinya akan memperagakan
busana di event BBF. Dan akhirnya gwe memilih dan dapat model dari adik kelas
gwe sendiri Rizky, ditambah siswi dari Songgon yang bernama Lely.
Sungguh hari yang sangat melelahkan hari itu. Perjalanan
tanpa henti dari Banyuwangi ke Jember ke Bondowoso lalu ke Banyuwangi lagi.
Petualangan sehari yang seru banget dan pengen gwe ulangi lagi dengan planning yang
labih matang tentunya. Dan jangan lupa camera.