Setiap
orang pasti punya rumah idaman untuk masa depanya nanti. Setiap orang juga
pasti punya bayangan mau dibuat seperti apa nanti rumahnya itu. Entah itu
dibuat minimalis, perpaduan modern dengan ethnic, gaya eropa, gaya belanda,
gaya tradisional nusantara atau apalah ya, terserah masing-masing individu.
Aku
punya impian di suatu saat nanti punya rumah pribadi di sebidang tanah warisan
mendiang ayahku yang ada di bukit Puthuk Petung di desa Kemiren barat. Tanah itu
sekarang sudah didirikan rumah adat Tikel balung yang masih ditinggali sama
nenekku yang nantinya akan jadi miliku karena rumah itu sudah diberikan ke
mendiang ayahku dan sekarang sudah diatas namakan diriku.
Sejak
kecil aku sangat cinta yang namanya rumah adat osing. Karena rumahnya yang
unik, beda dari rumah pada umumnya, juga punya nilai sejarah karena usianya
yang sudah ratusan tahun dan menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan RI.
Rumah
yang sekarang aku tinggali bersama nenekku ini sudah sejak jaman orang tua
nenekku loh.. sejak Uyutku yang bernama Uyut Welok. Nama orang jaman dulu yang
masih jadul. Berarti sudah tiga generasi ya.. sudah sangat tua kan.? Tapi
konstruksinya masih kokoh loh, hanya rab alias genting dan dinding bambunya
saja yang sudah diganti beberapa kali. Satu lagi yang unik, rumah adat osing
ini tanpa paku loh, hanya dikaitkan satu sama lain dan dikasih ganjalan dari
kayu (pantek).
Sedikit
menjelaskan arsitektur rumah adat osing yang informasinya aku dapat dari
blognya Mas Arif tetanggaku yang kuliah di arsitektur.
Tikel
Balung merupakan bentuk dasar rumah Using yang terdiri dan empat rab (bidang)
atap. Satu unit Tikel Balung biasa dimiliki setiap keluarga yang menaungi
aktifitas penghuni didalamnya. Pembentukan ruang-ruang didalamnya didasarkan
pada jumlah orang yang menghuni, dan biasanya jika semakin banyak penghuninya
maka pemilik akan menambahkan satu unit Tikel Balung di belakangnya. Sehingga
tipe unit Tikel Balung ini menjadi modul utama dan bentuk dasar rumah Using
khas Blambangan.
Sedikit
mengutip dari http://arsitekkampung.wordpress.com/2014/07/24/arsitektur-kerakyatan-dari-masyarakat-blambangan/. Dari kecil aku sudah mengerti bagian-bagian dari rumah adat ini yang aku dapat
dari cerita mendiang kakekku yang pernah ikut melawan pemberontakan PKI di
Banyuwangi dulu. Aku sangat kritis menanyakan apa-apa saja bagian rumah dan
bagaimana cara membuatnya. Kata kakeku karena orang dulu masih belum punya alat
gergaji apalagi gergaji mesin, mereka menggunakan kampak dan parang untuk
membuat kerangka rumah mebjadi balok-balok panjang segi empat.
Kembali
ke rumah impianku. Aku punya mimpi untuk membangun rumah adat yang semi tradisi
yang nyaman dan sesuai kebutuhanku tanpa meninggalkan ketradisionalanya. Kenapa
aku pilih yang semi tradisi? Karena kalo yang terlalu ethnic banget itu kurang
aku sukai dan rumah yang asli ethnic tidak boleh dirubah arsitekturenya. Sedangkan
yang semi bisa dibuat apapun semau kita.
Karena
sudah berdiri rumah intinya (Tikel Balung) aku tidak mau merubah posisinya. Hanya
saja ditinggikan lagi dan gedheg (dinding bambu) yang bagian bawah diberi
tembok bata supaya tidak mudah rusak kena air hujan dan serangan rayap. Yang dirubah
besar-besaran hanya yang bagian belakang (Cerocogan / Dapur) yang nantinya akan
digali dan dibuat ruangan dibawah tanah yang nantinya akan digunakan sebagai
ruang dapur, ruang makan, garasi sepeda motor, dan tempat penampungan air dari
PDAM.
Kenapa harus digali dan dibuat sangat rendah? Karena rumahku diatas bukit jadi air dari PDAM sulit naik, maka dari itu disetarakan dengan jalan raya yang bagian urtara suapa air nantinya bisa ditampung di sumur buatan dan disedot naik keatas dan ditampung di tandon. Nantinya diatas ruang bawah tanah akan diberi beton untuk kamar dan ruang kerja yang nantinya menggunakan rumah Cerocogan yang sebelumnya jadi tidak usah membuat rangka atap lagi.
Rumahku ini pondasinya tidak menggunakan pondasi cakar ayam seperti rumah tingkat pada umunya kare rumahku dudah berada di tanah berjenis paras yang keras serta beban dari beton yang tidak berat dan juga jauh dari jalan raya. Jadi hanya menggunakan pondasi biasa untuk bangunan yang belakang.
Untuk
tata ruang rumahku ini masih menganut rumah jaman dulu yang harus luas karena
orang desa masih menjaga tradidi seperti selamatan, pengajian dan
pertemuan-pertemuan lainya. Maka untuk rumah bagian depan (Tikel balung) ruang
tamunya aku buat luas supaya mudah jika ada acara-acara tertentu. Ada acara
pasti ada makan-makan hidangan suguhan dan hidangan pasti membutuhkan dapur
untuk memasakanya. Maka dari itu dapur di ruang bawah tanah aku buat dua
ruangan yanitu dapur yang untuk sehari-hari dan dapur cadangan yang menyatu
dengan garasi sepeda motor yang nantinya jika ada acara garasi itu berubah
fungsi menjadi dapur tambahan yang sudah disediakan tungku untuk memasak
menggunakan kayu bakar.
Setelah ruang tamu, masuk lagi kedalam, sebelum masuk antara ruang tamu dengan ruangan berikutnya disekat oleh dinding gebyog yang beukirkan ornament berciri khas ukiran osing. Gebyog yang dalam beda yang dengan gebyog yang berada di depan ruang tamu. Gebyog yang didalam ukiranya lebih penuh dan terkesan megah ditambah patung garuda pancasila yang diletakkan diatas pintu gebyog.
Masuk
lagi kedalam bertemu dengan tangga yang menuju ruang bawah tanah dan menuju ke
ruang keluarga yang berada di lantai dua.
**************************************************************************************
**************************************************************************************
Ruang
bawah tanah (basemen)
Untuk
lantai bawah atau basemen ruang makan aku letakan di tengah dengan ruangan yang
luas dan menyatu dengan garasi, namun disekat dengan geybog yang bisa digeser
nantinya. Ruang makan juga bisa melihat keatas ke lantai dua karena beton
sengaja dibuat lubang di tengah. Di sebelah kanan ruang makan ada kamar mandi
dan gudang. Di sebelah selata ada kamar pembantu dan dapur bersih. Serta di
sebelah timur bagian keselatan ada dapur kotor. Kemudian di sebelah timur
bagian utara garasi motor dan dapur cadangan yang terhubung dengan pintu keluar.
Di garasi motor ada juga kamar mandi yang dikususkan sebagai tempat mecuci
baju. Tempat mencuci baju sengaja ditaruh dibawah dan dekat dengan pintu keluar
supaya nanti mudah meu keluar menjemur pakaian.
Untuk
penghubung garasi dengan ruang makan tadi menggunakan geyog yang bisa dilipat
dan digeser supaya jika nanti ada acara keluarga bisa dibuka dan ruangan bisa
tambah luas dan tidak pengap.
Untuk
lantai atas sengaja dibuat lubang di tengah supaya bisa melihat aktivitas
dibawah, selain itu juga membuat aliran udara dari atas bisa langsung kebawah. Di
lantai dua sebelum masuk kamar terlebih dudlu akan melewati ruang keluarga yang
tidak luas yang berfunsi sebagai tempat menonton TV .
Di
sebelah timur ruang keluarga ada mushollah dan balkon, di sebelah musholla ada
kamar tidur utama yang menyatu dengan ruang kerja pribadi. Di sebelah kanan
terus menuju keselatan ada kamar tidur anak yang memanjang ketimur bersebelahan
dengan ruang kerja.